Orde Baru
Sejak
Lemhanas didirikan pada tahun 1965, maka masalah ketahanan nasional selalu
memperoleh perhatian yang besar.
Sejak
mulai dengan membahas masalah ketahanan nasional sampai sekarang, telah
dihasilkan tiga konsepsi.Pengertian atau devenisi pertama Lemhanas, yang
disebut dalam konsep 1968 adalah sebagai berikut :
Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya
tahan kita dalam menghadapi segala kekuatan baik yang datang dari luar maupun
dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup
Negara dan bangsa Indonesia.
Pengertian
kedua dari Lemhanas yang disebut dalam ketahanan nasional konsepsi tahun 1969
merupakan penyempurnaan dari konspsi pertama yaitu :
Ketahanan nasional
adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung kemampuan untuk
memperkembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman baik yang
datang dari luar maupun yang datang dari dalam yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara Indonesia.
Ketahanan
nasional merupakan kodisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan
ketangguahan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional,didalam
menghadapi didalam menghadapi dan mengisi segala tantangan, ancaman ,hambatan,
serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung
maupun tidak langsung membahayakan integritas,identitas , kelangsungan hidup
bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar perjuangan nasional.
Apabila
kita bandingkan dengan yang terdahulu, maka akan tampak perbedaan antara lain
seperti berikut :
- Perumusan 1972 bersifat universal, dalam arti bahwa rumusan tersebut dapat diterapkan dinegara-negara lain, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang.
- Tidak lagi diusahakan adanya suatu devenisi, sebagai gantinya dirumuskan apa yang dimaksud kan dengan istilah ketahanan nasional.
- Jika dahulu ketahanan nasional di identikkan dengan keuletan dan daya tahan , maka ketahanan nasional merupakan suatu kondisi dinamis yang berisikan keuletan dan ketangguhan, yang berarti bahwa kondisi itu dapat berubah.
- Secara lengkap dicantumkan tantangan, ancaman , hambatan, serta ganguan.
- Kelangsungan hidup lebih diperinci menjadi integritas, identitas, dan kelangsungan hidup.
Dalam
pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Jendral Suharto di depan siding
DPR tanggal 16 Agustus 1975, dikatakan bahwa ketahanan nsional adalah tingkat
keadaan dan keuletan dan ketangguhan bahwa Indonesia dalam menghimpun dan
mengarahkan kesungguhan kemampuan nasional yang ada sehingga merupakan kekuatan
nasional yang mampu dan sanggup menghadapi setiap ancaman d an tantangan
terhadap keutuhanan maupun kepribadian bangsa dan mempertahankan kehidupan dabn
kelangsungan cita-citanya.
Karena
keadaan selalu berkembang serta bahaya dan tantangan selalu berubah, maka
ketahanan nasional itu juga harus dikembangkan dan dibina agar memadai dengan
perkembangan keadaan. Karena itu ketahanan nasional itu bersift dinamis, bukan
statis.
Ikhtiar untuk
mewujudkan ketahanan nasional yang kokoh ini bukanlah hl baru bagi kita.
Tetapiu pembinaan dan peningkatannya sesuai dengan kebutuhan kemampuan dan
fasililitas yang tersedi pula.
Pembinaan
ketahanan nasional kita dilakukan dipelgai bidang : ideology , poluitik,
ekonomi , sosial budaya dan hankam, baik secara serempak maupun menurut
prioritas kebutuhan kita.
Reformasi
Empatbelas tahun hampir tuntas sudah
Indonesia menjalani babak baru pasca Orde Baru, yang kita sebut Orde Reformasi.
Perubahan demi perubahan menjadi fenomena bangsa kita sejak kejatuhan Soeharto
hingga memasuki masa tujuh-delapan tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono saat ini. Pada kurun waktu empatbelas tahun itu sesungguhnya rakyat
sudah semestinya dapat menikmati hasil dari perubahan yang menjadi tuntutan
jutaan mahasiswa dan masyarakat di akhir rezim Orde Baru tiga-belasan lalu.
Namun, kenyataan mengindikasikan seakan-akan pemerintah Indonesia belum mampu
membawa rakyatnya kepada kondisi yang diidamkan tersebut. Berbagai kasus yang
terjadi silih berganti di hampir seluruh pelosok tanah air menjadi pertanda
bahwa tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar
1945 belum tercapai, bahkan seakan tiada akan terwujud.
Irman Gusman mencatat bahwa belakangan ini
terdapat berbagai persoalan yang menjadi menu keseharian rakyat Indonesia,
mulai dari masalah makelar kasus, manipulasi pertanahan dan kisruh agraria di
mana-mana, penegakan hukum yang hanya berpihak kepada kelompok tertentu, hingga
penggelapan pajak triliunan rupiah adalah cerita miris yang menghimpit setiap
nurani kita. Masih banyak kisah pilu lainnya yang mendera bangsa ini.
Pemandangan penggusuran paksa, konflik-konflik bernuansa SARA, tawuran antar
desa, antar sekolah, antar kampus, antar komunitas hingga ke persoalan
separitisme Organisasi Papua Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan lain-lain,
masih menghiasi layar media massa kita hari-hari ini. Di lain waktu kita juga
disugihi informasi tentang hingar-bingarnya pola hidup hedonis-materialistis
dari sebagian masyarakat di tataran elit yang lebih beruntung nasibnya secara
materil dari kebanyakan rakyat di negara ini. Belum lagi jika kita lihat secara
vulgar strategi berpolitik para elit politik bangsa yang hampir seluruhnya
menerapkan pola politik uang, sebuah kehidupan politik yang oleh sebagian pihak
menyebutnya sebagai sistem penerapan demokrasi yang tidak manusiawi. Negeri ini
sedang mengalami kerapuhan di segala bidang yang menjurus kepada perpecahan dan
disintegrasi bangsa. (Irman Gusman, 2011).
Badan dan institusi negara bermunculan
dibentuk pemerintah yang ditujukan untuk memperlancar penuntasan masalah dan
berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang dihadapi bangsa Indonesia
saat ini. Komisi Pemberantasan Korupsi misalnya, diadakan sejak pemerintahan
Presiden Megawati Sukarno Putri untuk menangani perkara korupsi yang
dikategorikan sebagai the extra-ordinary crime, yang telah menggurita secara
luar biasa di berbagai lapisan masyarakat kita. Sebagaimana yang diketahui
bersama, hingga saat ini KPK belum mampu menuntaskan kasus korupsi yang
melibatkan elite partai politik, pejabat tinggi negara, maupun birokrat. Pada
tataran yang lebih penting, mendesak, dan amat fundamental bagi rakyat, yakni
menyangkut kehidupan sehari-hari rakyat, terlihat bahwa pemerintah masih
kesulitan mengendalikan kenaikan harga bahan pokok yang semakin hari semakin
membumbung tak terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Pangan seakan menjadi barang
langka dan sulit diakses oleh masyarakat. Ketahanan pangan menjadi pertaruhan
bagi kelangsungan hidup rakyat, yang sekaligus juga menjadi salah satu
indikator penentu kuat-lemahnya ketahanan nasional Indonesia.