Sabtu, 29 Maret 2014

Tiga Tantangan Internet Banking

"Biaya yang lebih murah telah mendorong booming internet banking di dunia. Jumlah pengguna internet banking di Indonesia pun di luar dugaan, tapi ada masalah yang harus segera diatasi untuk mendatangkan peluang besar." Dimitri Mahayana

           Pew dan Nielsen (2011) melakukan sebuah survei tentang aktivitas sehari-hari pengguna internet di Amerika Serikat (AS). Hasilnya teramat mengejutkan: 18% pengguna internet melakukan aktivitas online banking (internet banking) setiap hari. Di Finlandia, Belanda, dan Norwegia 80% nasabah sudah menggunakan internet banking tidak hanya untuk melakukan transaksi, tapi juga untuk membuka rekening baru. Di UK, Jerman, Jepang, maupun AS, pengguna internet banking mendekati 50%. (McKinsey Annual Review on The Banking Industry; Sep. 2011).
           Menyeberang ke tanah sentral (China), di sana 83% nasabah internet banking adalah corporate customer. Di Korea 95% nasabah telah menggunakan layanan internet banking. Itu karena biayanya hanya 10%-15% dari biaya jika mereka menggunakan layanan melalui kantor tradisional. Memang biaya yang lebih murah telah mendorong booming internet banking di dunia. Biaya operasional untuk pelayanan per transaksi internet banking yang harus dikeluarkan bank akan mengalami reduksi sekitar 24 kali lipat bila dibandingkan dengan nasabah melakukan transaksi tersebut di cabang suatu bank. Bagaimana halnya dengan di Indonesia? Hasil survei Sharing Vision pada akhir 2011 menunjukkan bahwa pengguna internet banking kurang menyukai layanan perbankan melewati cabang fisik lagi. Preferensi kanal layanan perbankan (banking) pengguna internet banking urutannya adalah sebagai berikut: yang paling disukai adalah ATM, kemudian berturut-turut internet banking, SMS banking, mobile banking, dan yang terakhir adalah cabang (branch).
Kenyamanan (convenience) dan kemudahan yang diberikan internet banking membuat nasabah yang telah menggunakan internet banking merasa kurang membutuhkan layanan di cabang (branch). Hal itu ditambah juga dengan penghematan biaya transportasi maupun penghematan waktu. Tentu juga didukung dengan fitur internet banking yang telah ada.
           Fitur apa saja yang sering digunakan pengguna internet banking? Urutannya dari yang paling sering digunakan hingga yang paling jarang digunakan adalah sebagai berikut: informasi saldo, transfer sesama bank, transfer antarbank, informasi mutasi rekening, pembelian voucher isi ulang pulsa, dan pembayaran tagihan. Bagaimana dengan penggunaan internet banking untuk sektor UKM? Sharing Vision juga melakukan survei penggunaan internet banking untuk sektor UKM. Sebanyak 48% responden menyatakan telah menggunakan internet banking. Jumlah ini cukup mengejutkan. Layanan internet banking segera akan menjadi mainstream untuk nasabah sektor UKM.
           Alasan 52% responden UKM yang belum menggunakan internet banking adalah sebagai berikut: sekitar dua pertiganya karena kebijakan perusahaan belum memungkinkan penggunaan intenet banking, sekitar seperenamnya karena bank tempat UKM tersebut menyimpan dananya belum memberikan layanan internet banking, dan berikutnya adalah tidak ada informasi dari bank tentang adanya layanan internet banking. Jelas bahwa internet banking di Indonesia berpotensi untuk mengalami akselerasi, baik untuk nasabah ritel maupun nasabah UKM. Begitu juga untuk nasabah korporasi, walaupun dalam artikel ini kami tidak mengutip datanya. Nasabah korporasi besar tentu amat membutuhkan internet banking, setidaknya sebagai bentuk web based dari layanan cash management system.

Menjadi Mainstream atau Tenggelam?


Kita boleh melihat peluang terbuka lebar menengarai potensi masa depan internet banking di Tanah Air pada titik ini. Namun, agar peluang ini benar-benar terwujud, ada tiga permasalahan besar yang mesti dipecahkan terlebih dahulu.

Pertama, kualitas layanan internet banking belum merata, di antaranya ada pula yang menimbulkan kekecewaan mendalam akibat sistem pembayaran yang tidak oke. Sebanyak 18% keluhan dari responden survei kami muncul akibat website sering down.
Sebanyak 18 % keluhan lain adalah karena pernah kehilangan token. Keluhan yang lain lagi adalah karena cara mendaftar yang rumit. Ada pula keluhan bahwa customer service kurang helpful pada saat ada masalah. Penguasaan customer service pada berbagai permasalahan yang dihadapi nasabah pada saat menggunakan internet banking tampaknya masih perlu ditingkatkan. Dengan begitu, pengguna internet banking yang sedang mengalami masalah dapat dilayani dengan lebih baik.
Mengutip ungkapan pemerhati layanan berbasis teknologi informasi dari ITB, Arry Ahmad Arman, “Bila suatu bank meluncurkan layanan internet banking, seharusnya bank tersebut memikirkan kualitas layanan at least sama dengan layanan delivery channel lainnya, seperti halnya layanan branch. Bahkan, seharusnya lebih lagi. Jangan layanan internet banking dianggap layanan yang kurang penting ketimbang layanan lain. Setidaknya itu yang tampaknya dirasakan oleh para pengguna internet banking di Indonesia.”

Kedua, keandalan dan keamanan internet banking yang masih perlu ditingkatkan, di antaranya yang paling utama adalah masih ada keluhan yang cukup signifikan, yaitu “saldo sudah terdebit tetapi transaksi gagal/transfer tidak sampai”. Kemudian, beberapa responden mengeluhkan bahwa website bank tempat mereka melakukan internet banking terkena pishing. Kasus yang menghebohkan juga, ketika mencetak nilai tabungan akhir di buku rekening jumlahnya berbeda dengan saldo terakhir dalam internet banking.
Situasi ini perlu dicarikan solusi segera. Bila tidak, dikhawatirkan keraguan masyarakat akan keandalan dan keamanan internet banking makin merebak dan berujung seperti kasus sedot pulsa.
Saat ini bisnis content dalam layanan seluler memasuki titik nadir mengkhawatirkan setelah terjadi kasus sedot pulsa sepanjang tahun lalu. Dengan ribuan pengaduan di call center BRTI plus kerugian bisa triliunan rupiah, maka bisnis content di Tanah Air bisa layu sebelum berkembang.
Bila terjadi ribuan pengaduan tentang keandalan dan keamanan internet banking ke Bank Indonesia maupun ke berbagai media cetak maupun elektronik, dikhawatirkan internet banking di Tanah Air pun akan layu sebelum berkembang.

Ketiga, sebagaimana juga SMS banking dan mobile banking, belum ada regulasi khusus tentang internet banking yang lex specialis. Semuanya masih dinaungi peraturan yang bersifat general dan tentunya akan kurang membidik tepat dan kurang memproteksi seluruh kepentingan yang ada. Bagaimana definisi kualitas layanan internet banking? Bagaimana seharusnya kewajiban knowledge improvement customer service internet banking? Bagaimana memproteksi kasus “saldo terpotong tapi transaksi/transfer gagal”?
Bagaimana pengaturan tanggung jawab pihak-pihak terkait antara perbankan dan telekomunikasi serta pihak lain, dalam hal nasabah ada yang kehilangan dananya pada saat melakukan internet banking? Sejauh mana perlindungan diberikan pada nasabah pengguna internet banking? Dalam hal token device atau security system internet banking bobol, sejauh mana perlindungan pada pihak-pihak yang dirugikan?
Masih banyak pertanyaan lain sejenis ini. Ini perlu segera disikapi dengan pembuatan regulasi khusus mengenai internet banking. Bila tidak, dikhawatirkan akan merugikan kepentingan masyarakat.
Hemat penulis, kualitas layanan, keandalan dan keamanan, serta kesiapan regulasi adalah tiga hal yang bila tidak dijawab dengan baik oleh regulator dan industri, akan membuat internet banking di Indonesia tenggalam. Akselerasi kita menuntaskan ketiga hal tersebut akan membuat perbankan Indonesia menikmati revenue big bang dari fee based income yang dihasilkan internet banking. Pada gilirannya, akselerasi ini juga akan mempercepat ekonomi Indonesia menuju era less cash.
Sumber