"Biaya yang lebih murah telah mendorong booming internet banking
di dunia. Jumlah pengguna internet banking di Indonesia pun di luar
dugaan, tapi ada masalah yang harus segera diatasi untuk mendatangkan
peluang besar." Dimitri Mahayana
Pew dan Nielsen (2011) melakukan sebuah survei tentang aktivitas
sehari-hari pengguna internet di Amerika Serikat (AS). Hasilnya teramat
mengejutkan: 18% pengguna internet melakukan aktivitas online banking (internet banking) setiap hari. Di
Finlandia, Belanda, dan Norwegia 80% nasabah sudah menggunakan internet
banking tidak hanya untuk melakukan transaksi, tapi juga untuk membuka
rekening baru. Di UK, Jerman, Jepang, maupun AS, pengguna internet
banking mendekati 50%. (McKinsey Annual Review on The Banking Industry;
Sep. 2011).
Menyeberang ke tanah sentral (China), di sana 83% nasabah internet banking adalah corporate customer.
Di Korea 95% nasabah telah menggunakan layanan internet banking. Itu
karena biayanya hanya 10%-15% dari biaya jika mereka menggunakan layanan
melalui kantor tradisional. Memang biaya yang lebih murah telah
mendorong booming internet banking di dunia. Biaya operasional untuk
pelayanan per transaksi internet banking yang harus dikeluarkan bank
akan mengalami reduksi sekitar 24 kali lipat bila dibandingkan dengan
nasabah melakukan transaksi tersebut di cabang suatu bank. Bagaimana
halnya dengan di Indonesia? Hasil survei Sharing Vision pada akhir 2011
menunjukkan bahwa pengguna internet banking kurang menyukai layanan
perbankan melewati cabang fisik lagi. Preferensi kanal layanan perbankan
(banking) pengguna internet banking urutannya adalah sebagai
berikut: yang paling disukai adalah ATM, kemudian berturut-turut
internet banking, SMS banking, mobile banking, dan yang terakhir adalah
cabang (branch).
Kenyamanan (convenience) dan
kemudahan yang diberikan internet banking membuat nasabah yang telah
menggunakan internet banking merasa kurang membutuhkan layanan di cabang
(branch). Hal itu ditambah juga dengan penghematan biaya
transportasi maupun penghematan waktu. Tentu juga didukung dengan fitur
internet banking yang telah ada.
Fitur apa saja yang sering
digunakan pengguna internet banking? Urutannya dari yang paling sering
digunakan hingga yang paling jarang digunakan adalah sebagai berikut:
informasi saldo, transfer sesama bank, transfer antarbank, informasi
mutasi rekening, pembelian voucher isi ulang pulsa, dan pembayaran tagihan. Bagaimana
dengan penggunaan internet banking untuk sektor UKM? Sharing Vision
juga melakukan survei penggunaan internet banking untuk sektor UKM.
Sebanyak 48% responden menyatakan telah menggunakan internet banking.
Jumlah ini cukup mengejutkan. Layanan internet banking segera akan
menjadi mainstream untuk nasabah sektor UKM.
Alasan 52% responden
UKM yang belum menggunakan internet banking adalah sebagai berikut:
sekitar dua pertiganya karena kebijakan perusahaan belum memungkinkan
penggunaan intenet banking, sekitar seperenamnya karena bank tempat UKM
tersebut menyimpan dananya belum memberikan layanan internet banking,
dan berikutnya adalah tidak ada informasi dari bank tentang adanya
layanan internet banking. Jelas bahwa internet banking di
Indonesia berpotensi untuk mengalami akselerasi, baik untuk nasabah
ritel maupun nasabah UKM. Begitu juga untuk nasabah korporasi, walaupun
dalam artikel ini kami tidak mengutip datanya. Nasabah korporasi besar
tentu amat membutuhkan internet banking, setidaknya sebagai bentuk web based dari layanan cash management system.
Menjadi Mainstream atau Tenggelam?
Kita boleh melihat peluang terbuka lebar menengarai potensi masa
depan internet banking di Tanah Air pada titik ini. Namun, agar peluang
ini benar-benar terwujud, ada tiga permasalahan besar yang mesti
dipecahkan terlebih dahulu.
Pertama, kualitas layanan internet
banking belum merata, di antaranya ada pula yang menimbulkan kekecewaan
mendalam akibat sistem pembayaran yang tidak oke. Sebanyak 18% keluhan
dari responden survei kami muncul akibat website sering down.
Sebanyak
18 % keluhan lain adalah karena pernah kehilangan token. Keluhan yang
lain lagi adalah karena cara mendaftar yang rumit. Ada pula keluhan
bahwa customer service kurang helpful pada saat ada masalah. Penguasaan customer service
pada berbagai permasalahan yang dihadapi nasabah pada saat menggunakan
internet banking tampaknya masih perlu ditingkatkan. Dengan begitu,
pengguna internet banking yang sedang mengalami masalah dapat dilayani
dengan lebih baik.
Mengutip ungkapan pemerhati layanan berbasis teknologi informasi dari
ITB, Arry Ahmad Arman, “Bila suatu bank meluncurkan layanan internet
banking, seharusnya bank tersebut memikirkan kualitas layanan at least sama dengan layanan delivery channel lainnya, seperti halnya layanan branch.
Bahkan, seharusnya lebih lagi. Jangan layanan internet banking dianggap
layanan yang kurang penting ketimbang layanan lain. Setidaknya itu yang
tampaknya dirasakan oleh para pengguna internet banking di Indonesia.”
Kedua, keandalan dan keamanan internet banking yang masih perlu
ditingkatkan, di antaranya yang paling utama adalah masih ada keluhan
yang cukup signifikan, yaitu “saldo sudah terdebit tetapi transaksi
gagal/transfer tidak sampai”. Kemudian, beberapa responden mengeluhkan
bahwa website bank tempat mereka melakukan internet banking terkena
pishing. Kasus yang menghebohkan juga, ketika mencetak nilai tabungan
akhir di buku rekening jumlahnya berbeda dengan saldo terakhir dalam
internet banking.
Situasi ini perlu dicarikan solusi segera. Bila
tidak, dikhawatirkan keraguan masyarakat akan keandalan dan keamanan
internet banking makin merebak dan berujung seperti kasus sedot pulsa.
Saat ini bisnis content
dalam layanan seluler memasuki titik nadir mengkhawatirkan setelah
terjadi kasus sedot pulsa sepanjang tahun lalu. Dengan ribuan pengaduan
di call center BRTI plus kerugian bisa triliunan rupiah, maka bisnis
content di Tanah Air bisa layu sebelum berkembang.
Bila terjadi
ribuan pengaduan tentang keandalan dan keamanan internet banking ke Bank
Indonesia maupun ke berbagai media cetak maupun elektronik,
dikhawatirkan internet banking di Tanah Air pun akan layu sebelum
berkembang.
Ketiga, sebagaimana juga SMS banking dan mobile banking, belum ada regulasi khusus tentang internet banking yang lex specialis.
Semuanya masih dinaungi peraturan yang bersifat general dan tentunya
akan kurang membidik tepat dan kurang memproteksi seluruh kepentingan
yang ada. Bagaimana definisi kualitas layanan internet banking?
Bagaimana seharusnya kewajiban knowledge improvement customer service internet banking? Bagaimana memproteksi kasus “saldo terpotong tapi transaksi/transfer gagal”?
Bagaimana
pengaturan tanggung jawab pihak-pihak terkait antara perbankan dan
telekomunikasi serta pihak lain, dalam hal nasabah ada yang kehilangan
dananya pada saat melakukan internet banking? Sejauh mana perlindungan
diberikan pada nasabah pengguna internet banking? Dalam hal token device atau security system internet banking bobol, sejauh mana perlindungan pada pihak-pihak yang dirugikan?
Masih
banyak pertanyaan lain sejenis ini. Ini perlu segera disikapi dengan
pembuatan regulasi khusus mengenai internet banking. Bila tidak,
dikhawatirkan akan merugikan kepentingan masyarakat.
Hemat
penulis, kualitas layanan, keandalan dan keamanan, serta kesiapan
regulasi adalah tiga hal yang bila tidak dijawab dengan baik oleh
regulator dan industri, akan membuat internet banking di Indonesia
tenggalam. Akselerasi kita menuntaskan ketiga hal tersebut akan membuat
perbankan Indonesia menikmati revenue big bang dari fee based income yang dihasilkan internet banking. Pada gilirannya, akselerasi ini juga akan mempercepat ekonomi Indonesia menuju era less cash.
Sumber